Jumat, 09 Maret 2012

Tetanus Neonatorum


                                                                      BAB I                                            
                                                           PENDAHULUAN                                  
1.1 Latar Belakang
Bayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0 – 28 hari. Kehidupan pada masa neonatus ini sangat rawan oleh karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya. Peralihan dari kehidupan intrauterin ke ekstrauterin memerlukan berbagai perubahan biokimia dan faali. Namun, banyak masalah pada bayi baru lahir yang berhubungan dengan gangguan atau kegagalan penyesuaian biokimia dan faali.
Masalah pada neonatus ini biasanya timbul sebagai akibat yang spesifik terjadi pada masa perinatal. Tidak hanya merupakan penyebab kematian tetapi juga kecacatan. Masalah ini timbul sebagai akibat buruknya kesehatan ibu, perawatan kehamilan yang kurang memadai, manajemen persalinan yang tidak tepat dan tidak bersih, serta kurangnya perawatan bayi baru lahir.
Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka kesakitan dan angka kematian neonatus. Diperkirakan 2/3 kematian bayi di bawah umur satu tahun terjadi pada masa neonatus. Salah satu kasus yang banyak dijumpai di sejumlah negara tropis dan negara yang masih memiliki kondisi kesehatan rendah adalah kasus tetanus. Data organisasi kesehatan dunia WHO menunjukkan, kematian akibat tetanus di negara berkembang adalah 135 kali lebih tinggi dibanding negara maju. Mortalitasnya sangat tinggi karena biasanya baru mendapat pertolongan bila keadaan bayi sudah gawat. Penanganan yang sempurna memegang peranan penting dalam menurunkan angka mortalitas. Tingginya angka kematian sangat bervariasi dan sangat tergantung pada saat pengobatan dimulai serta pada fasilitas dan tenaga perawatan yang ada.
Di Indonesia, sekitar 9,8% dari 184 ribu kelahiran bayi menghadapi kematian. Contoh, pada tahun 80-an tetanus menjadi penyebab pertama kematian bayi di bawah usia satu bulan. Namun, pada tahun 1995 kasus serangan tetanus sudah menurun, akan tetapi ancaman itu tetap ada sehingga perlu diatasi secara serius. Tetanus juga terjadi pada bayi, dikenal dengan istilah tetanus neonatorum, karena umumnya terjadi pada bayi baru lahir atau usia di bawah satu bulan (neonatus). Penyebabnya adalah spora Clostridium tetani yang masuk melalui luka tali pusat, karena tindakan atau perawatan yang tidak memenuhi syarat kebersihan.
Dengan tingginya kejadian kasus tetanus ini sangat diharapkan bagi seorang tenaga medis, terutama seorang bidan dapat memberikan pertolongan/tindakan pertama atau pelayanan asuhan kebidanan yang sesuai dengan kewenangan dalam menghadapi kasus tetanus neonatorum.
Angka kematian dan kesakitan bayi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan kesehatan. Kematian bayi di dunia 48 %nya adalah kematian neonatal, seluruh kematian neonatal sekitar 60 % merupakan kematian bayi umur kurang dari 7 hari. Adapun penyebab kematian tertinggi disebabkan oleh seperti tetanus neonatorum, sepsis, meningits, pneumonia dan diare. (Kanwil Depkes, Prop. Jatim, 2000)
Tetanus neonatorum masih banyak terdapat di negara-negara sedang membangun termasuk Indonesia dengan kematian bayi yang tinggi dengan angka kematian 80 %. Di Indonesia pada saat ini persalinan yang ditolong di rumah sakit hanya 10 – 15 %, 10 % lagi ditolong oleh bidan swasta, sedangkan sisanya 75 – 80 % masih ditolong oleh dukun. (Rustam Mochtar, 1998)
Sebagian besar tetanus neonatorum terdapat pada bayi yang lahir dengan dukun yang belum mengikuti penataran dari Depkes. Dimana dukun – sukun ini memotong tali pusat hanya memakai alat sederhana seperti bilah bambu, pisau atau gunting yang tidak di steril dahulu, sehingga bisa menimbulkan infeksi melalui luka pada tali pusat. Infeksi yahng disebabkan oleh Clostridium Tetani dapat juga karena perawatan tali pusat yang menggunakan obat trradisional seperti abu, kapur sirih, daun-daunan, dsb. (Ngasetiyah, 1997)
Tetanus neonatorum angka kematian kasusnya (Case Fatality Rate atau CFR) sangat tinggi. Pada kasus teanus neonatorum angkanya mendekati 100 %, terutama yang mempunyai masa inkubasi kurang 7 hari. Angka kematian kasus tetanus neonatorum yahng dirawat di rumah sakit diindonesia bervariasi dengan kisaran 10,8 – 55 %. (Abdul Bari Saifuddin, 2000)
Pemerintah bertekat untuk memperkecil kematian akibat kematian tetanus neonatorum dengan jalan memberikan 2 kali vaksinasi tetanus toksoid selama hamil. Diharapkan bidan dapat membantu upaya pemerintah sehingga dapat menurunkan angka kematian bayi karena tetanus sampai akhir tahun 2000, menjadi kurang dari 1 %. Dikemukakan bahwa angka kematian karena tetanus dapat dijadikan ukuran bagaimana pelayanan kesehatan yang diberikan dalam satu daerah dan secara umum pada negara tersebut.(Ida Bagus Gde Manuaba, 1998)
Dalam lingkup Jawa Timur , kematian neonatal yang disebabkan tetanus neonatorum masih tinggi yaitu sebesar 1,19 % pada neonatal dini dan 3,73 % pada neonatal lanjut. Penyebab kemarian neonatal tertinggi di propinsi ini selain tetanus neonatorum adalah BBLR, aspiksia, infeksi, trauam lahir dan kelainan bawaaan (Kanwil Depkes, Prop. Jatim, 2000)
1.2 Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari tetanus neonatorum ?
2.      Apa etiologi dari tetanus neonatorum?
3.      Apa epidemiologi dari tetanus neonaorum?
4.      Apa patologi dari tetanus neonatorum?
5.      Apa diagnosis dari tetanus neonatorum?
6.      Apa pencegahan dari tetanus neonatorum?
7.      Apa penanganan dari tetanus neonatorum?
1.3 Tujuan Masalah
1.      mengetahui pngertian dari tetanus neonatorum
2.      mengetahui etiologi dari tetanus neonatorum
3.      mengetahui epidemiologi dari tetanus neonatorum
4.      mengetahui patologi dari tetanus neonatorum
5.      mengetahui diagnosis dari tetanus neonatorum
6.      mengatahui pencegahan dari tetanus neonatorum
7.      mengetahui penanganan dari tetanus neonatorum



BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Tetanus Neonatorum
Neonatus adalah organisme pada periode adaptasi kehidupan intra uterus ke kehidupan intra uterin hingga berusia kurang dari 1 bulan. (Asri Rosad, 1987)
Tetanus merupakan penyakit yang akut dan sering kali fatal. Kata tetanus berasal dari bahasa yunani tetanos, yang diambil dari kata teinein yang berarti teregang.
Tetanus neonatorum adalah penyakit tetanus yang terjadi pada neonatus yang disebabkan oleh clostridium tetani yaitu kuman yang mengeluarkan toksin (racun) yang menyerang sistem saraf pusat. (Abdul Bari Saifuddin, 2000)
2.2 Etiologi
Penyebab penyakit ini adalah clostridium tetani. Kuman ini bersifat anaerobik dan mengeluarkan eksotoksin yang neorotropoik.
2.3 Epidemiologi
Clostridium tetani berbentuk batang langsing, tidak berkapsul, gram positip. Dapat bergerak dan membentuk sporaspora, terminal yang menyerupai tongkat penabuh genderang (drum stick). Spora spora tersebut kebal terhadap berbagai bahan dan keadaan yang merugikan termasuk perebusan, tetapi dapat dihancurkan jika dipanaskan dengan otoklaf. Kuman ini dapat hidup bertahun-tahun di dalam tanah, asalkan tidak terpapar sinar matahari, selain dapat ditemukan pula dalam debu, tanah, air laut, air tawar dan traktus digestivus manusia serta hewan.

2.4 Patologi
Kelainan patologik biasanya terdapat pada otak pada sumsum tulang belakang, dan terutama pada nukleus motorik. Kematian disebabkan oleh asfiksia akibat spasmus laring pada kejang yang lama. Selain itu kematian dapat disebabkan oleh pengaruh langsung pada pusat pernafasan dan peredaran darah. Sebab kematian yang lain ialah pneumonia aspirasi dan sepsis. Kedua sebab yang terakhir ini mungkin sekali merupakan sebab utama kematian tetanus neonatorum di Indonesia.
2.5 Gejala klinis
Gejala klinis tetanus neonatorum adalah tiba-tiba bayi demam/panas, bayi tiba-tiba menjadi suli menetek karena kejang otot rahang dan pharing (trismus), mulut mencucu seperti mulut ikan, kejang terutama terkena rangsangan cahaya, suara atau sentuhan, kadang-kadang disertai sesak nafas dan wajah membiru, kaku kuduk, posisi punggung melengkung, kepala mendongak ke atas (opistotonus). Sering timbul komplikasi terutama bronkhopneumonia, asfiksia dan sianosis akibat obstruksi jalan nafas oleh lendir/sekret, serta sepsis.
Tabel Perbandingan Tetanus Neonatorum Sedang dan Berat
Kategori
Tetanus Neonatorum Sedang
Tetanus Neonatorum Berat
Umur
>7 hari
0-7 hari
Frekuensi kejang
Kadang-kadang
Sering
Bentuk kejang
Mulut mencucu, trismus kadang-kadang, kejang rangsang(+)
Mulut mencucu, trismus terus-menerus, kejang rangsang (+)
Posisi Badan
Opistotonus kadang-kadang
Selalu Opistotonus
Kesadaran
Masih sadar
Masih sadar
Tanda infeksi
Tali pusat kotor, lubang telinga bersih/kotor
Tali pusat kotor, lubang telinga bersih/kotor
2.6 Diagnosis
Diagnosis tetanus neonetorum tidak susah. Trismus, kejang umum, dan mengkakunya otot-otot merupakan gejala utama tetanus neonatorum. Kejang dan mengkakunya otot-otot dapat pula ditemukan misalnya pada kernicterus, hipokalsemia, meningitis, trauma lahir, dan lain-lain. Gejala trismus biasanya hanya terdapat pada tetanus.
2.7 Pencegahan
*       Melalui pertolongan persalinan tiga bersih, yaitu bersih tangan, bersih alas, dan bersih alat.

1.      Bersih tangan
Sebelum menolong persalinan, tangan poenolong disikat dan dicuci dengan sabun sampai bersih. Kotoran di bawah kuku dibersihkan dengan sabun. Cuci tangan dilakukan selama 15 – 30 “ . Mencuci tangan secara benar dan menggunakan sarung tangan pelindung merupakan kunci untuk menjaga lingkungan bebas dari infeksi.
2.      Bersih alas
Tempat atau alas yang dipakai untuk persaliunan harus bersih, karena clostrodium tetani bisa menular dari saluran genetal ibu pada waktu kelahiran.
3.      Bersih alat
Pemotongan tali pusat harus menggunakan alat yang steril. Metode sterilisasi ada 2, yang pertama dengan pemanasan kering : 1700 C selama 60 ‘ dan yang kedua menggunakan otoklaf : 106 kPa, 1210 C selama 30 ‘ jika dibungkus, dan 20 ‘ jika alat tidak dibungkus.

*       Perawatan tali pusat yang baik
Untuk perawatan tali pusat baik sebelum maupun setelah lepas, cara yang murah dan baik yaitu mernggunakan alkohol 70 % dan kasa steril. Kasa steril yang telah dibasahi dengan alkohol dibungkuskan pada tali pusat terutama pada pangkalnya. Kasa dibasahi lagi dengan alkohol jika sudah kering. Jika tali pusat telah lepas, kompres alkohol ditruskan lagi sampai luka bekas tali pusat kering betul (selama 3 – 5 hari). Jangan membubuhkan bubuk dermatol atau bedak kepada bekas tali pusat karena akan terjadi infeksi.

*       Pemberian Imunisasi Tetanus Toksoid (TT) pada ibu hamil
Kekebalan terhadap tetanus hanya dapat diperoleh melalui imunisasi TT. Ibu hamil yang mendapatkan imunisasi TT dalam tubuhnya akan membentuk antibodi tetanus. Seperti difteri, antibodi tetanus termasuk dalam golongan Ig G yang mudah melewati sawar plasenta, masuk dan menyebar melalui aliran darah janin ke seluruh tubuh janin, yang akan mencegah terjadinya tetanis neonatorum.
Imunisasi TT pada ibu hamil diberikan 2 kali ( 2 dosis). Jarak pemberian TT pertama dan kedua, serta jarak antara TT kedua dengan saat kelahiran, sangat menentukan kadar antibodi tetanus dalam darah bayi. Semakin lama interval antara pemberian TT pertama dan kedua serta antara TT kedua dengan kelahiran bayi maka kadar antibosi tetanus dalam darah bayi akan semakin tinggi, karena interval yang panjang akan mempertinggi respon imunologik dan diperoleh cukup waktu untuk menyeberangkan antibodi tetanus dalam jumlah yan cukup dari tubuh ibu hamil ke tubuh bayinya.
TT adalah antigen yang sangat aman dan juga aman untuk ibu hamil tidak ada bahaya bagi janin apabila ibu hamil mendapatkan imunisasi TT . Pada ibu hamil yang mendapatkan imunisasi TT tidak didapatkan perbedaan resiko cacat bawaan ataupun abortus dengan mereka yang tidak mendapatkan imunisasi .





Pemberian Imunisasi TT dan Lamanya Perlindungan

Dosis

Saat Pemberian

% Perlindungan

Lama Perlindungan

TT1

TT2

TT3

TT4

TT5

Pada kunjungan pertama atau sedini mungkin pada kehamilan
Minimal 4 minggu setelah TT1
Minimal 6 bulan setelah TT2 atau selama kehamilan berikutnya
Minimal setahun setelah TT3 atau selama kehamilan berikutnya
Minimal setahun setelah TT4 atau selama kehamilan berikutnya
0
80 %
95 %
99 %
99 %

Tidak ada

3 tahun
5 tahun
10 tahun
selama usia subur
2.8 Penanganan
1.    Medik

*     Mengatasi kejang
Kejang dapat diatasi dengan mengurangi rangsangan atau pemberian obat anti kejang. Obat yang dapat dipakai adalah kombinasi fenobarbital dan largaktil. Fenobarbital dapat diberikas mula-mula 30 – 60 mg parenteral kemudian dilanjutkan per os dengan dosis maksimum 10 mg per hari. Largaktil dapat diberikan bersama luminal, mula-mula 7,5 mg parenteral, kemudian diteruskan dengan dosis 6 x 2,5 mg setiap hari. Kombinasi yang lain adalah luminal dan diazepam dengan dosis 0,5 mg/kg BB. Obat anti kejang yang lain adalah kloralhidrat yang diberikan lewat rektum.

*     Pemberian antitoksin
Untuk mengikat toksin yang masih bebas dapat diberi A.T.S (antitetanus serum) dengan dosis 10.000 satuan setiap hari serlama 2 hari .

*     Pemberian antibiotika
Untuk mengatasi inferksi dapat digunakan penisilin 200.000 satuan setiap hari dan diteruskan sampai 3 hari panas turun.

*     Tali pusat dibersihkan atau di kompres dengan alkohol 70 % atau betadin 10 %.

*     Memperhatikan jalan nafas, diuresis, dan tanda vital. Lendir sering dihisap.

2.    Keperawatan
Masalah yang perlu diperhatikan adalah bahaya terjadi gangguan pernafasan, kebutuhan nutrisi/cairan dan kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit.

*       Bahaya terjadinya gangguan pernafasan
Gangguan pernafasan yang sering timbul adalah apnea, yang disebabkan adanya tenospasmin yang menyerang otot-otot pernafasan sehingga otot tersebut tidak berfungsi. Adanya spasme pada otot faring menyebabkan terkumpulnya liur di dalam rongga mulut sehingga memudahkan terjadinya poneumonia aspirasi. Adanya lendir di tenggorokan juga menghalangi kelancaran lalu lintas udara (pernafasan). Pasien tetanus neonatorum setiap kejang selalu disertai sianosis terus-menerus. Tindakan yang perlu dilakukan :
a.              Baringkan bayi dalam sikap kepala ekstensi dengan memberikan ganjal di bawah bahunya.
b.             Berikan O2 secara rumat karena bayi selalu sianosis (1 – 2 L/menit jika sedang terjadi kejang, karena sianosis bertambah berat O2 berikan lebih tinggi dapat sampai 4 L/menit, jika kejang telah berhenti turunkan lagi).
c.              Pada saat kejang, pasangkan sudut lidah untuk mencegah lidah jatuh ke belakang dan memudahkan penghisapan lendirnya.
d.             Sering hisap lendir, yakni pada saat kejang, jika akan melakukan nafas buatan pada saat apnea dan sewaktu-waktu terlihat pada mulut bayi.
e.              Observasi tanda vital setiap ½ jam .
f.              Usahakan agar tempat tidur bayi dalam keadaan hangat.
g.             Jika bayi menderita apnea :
h.             Hisap lendirnya sampai bersih
i.               O2 diberikan lebih besar (dapat sampai 4 L/ menit)
j.               Letakkan bayi di atas tempat tidurnya/telapak tangan kiri penolong, tekan-tekan bagian iktus jantung di tengah-tengah tulang dada dengan dua jari tangan kanan dengan frekuensi 50 – 6 x/menit.
k.             Bila belum berhasil cabutlah sudut lidahnya, lakukan pernafasan dengan menutup mulut dan hidung bergantian secara ritmik dengan kecepatan 50 – 60 x/menit, bila perlu diselingi tiupan.

*     Kebutuhan nutrisi/cairan
Akibat bayi tidak dapat menetek dan keadaan payah, untuk memenuhi kebutuhan makananya perlu diberikan infus dengan cairan glukosa 10 %. Tetapi karena juga sering sianosis maka cairan ditambahkan bikarbonas natrikus 1,5 % dengan perbadingan 4 : 1. Bila keadaan membaik, kejang sudah berkurang pemberian makanan dapat diberikan melalui sonde dan selanjutnya sejalan dengan perbaikan bayi dapat diubah memakai dot secara bertahap.

*     Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit
Kedua orang tua pasien yang bayinya menderita tetanus peru diberi penjelasan bahwa bayinya menderita sakit berat, maka memerlukan tindakan dan pengobatan khusus, kerberhasilan pengobatan ini tergantung dari daya tahan tubuh si bayi dan ada tidaknya obat yang diperlukan hal ini mengingat untuk tetanus neonatorum memerlukan alat/otot yang biasanya di RS tidak selalu tersedia dan harganya cukup mahal (misalnya mikrodruip). Selain itu yang perlu dijelaskan ialah jika ibu kelak hamil lagi agar meminta suntikan pencegahan tetanus di puskesmas, atau bidan, dan minta pertolongan persalinan pada dokter, bidan atau dukun terlatih yang telah ikut penataran Depkes. Kemudian perlu diberitahukan pula cara pearawatan tali pusat yang baik.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar